Cari Blog Ini

Senin, April 16, 2012


                                   Artikel-artikel tentang Kesenian Tradisional 


  1. SENI CINGCOWONG
                                                                    
Cingcowong adalah salah satu upacara ritual (zaman dulu)  untuk meminta hujan yang dilakukan pada saat musim kemarau panjang. Tradisi uapacara ritual minta hujan atau cingcowong ini dipercayi oleh masyarakat khususnya Kecamatan Luragung Kabupaten Kuningan yang dilaksanakan agar  turun hujan dan lahan pertanian mereka terhindar dari kemarau yang panjang.

Alat  yang dipakai untuk uapacara yaitu :

1.             Satu buah taraje
2.             Satu buah samak /tikar
3.             Boneka cingcowong yang terbuat dari batok kelapa yang dilukis menyerupai putri cantik dengan badan terbuat dari rangkaian  bambu yang diberi baju dan sampur serta diberi kalung yang terbuat dari  bunga melati.
Cingcowong ini dimainkan oleh :
1.             Satu orang Punduh (Pemandu upacara )
2.             2 orang pemegang sampur ketika digerakan (gerakan mirip jaelangkung )
3.             2 orang pemain/penabuh buyung yang dipukul pleh kipas/hihid dan satu orangnya lagi memainkan alat musik ceneng yang terbuat dari bahan kuningan,  property pendukung lainya yaitu : berupa sesajen seperti menyan,kaca,sisir,ember.
Sejak jaman dahulu upacara ini menjadi tradisi jika selama 3 bulan hujan belum turun, maka dilakukan upacara meminta hujan yang dinamakan cingcowong. Umur seni cingcowong ini diperkirakan ± 632 tahun,pada perkembangannya,untuk melestarikan seni cingcowong DNR salah satu Sanggar Binaan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Kuningan mencoba membuat satu tarian Cingcowong dan tarian ini merupakan salah satu usaha agar seni tadisi  tidak menjadi punah. Pertunjukan tari Cingcowong ciptaanya tidak lagi sebagai seni ritual tetapi sudah dikembangkan dan diangkat menjadi seni pertunjukan yang disesuaikan dengan perkembangan jaman sehingga sekarang seni tari Cingcowong berkembang dan sering ditampilkan pada acara-acara seremonial baik kebutuhan menyambut tamu Pemerintah dan acara hiburan lainya.

  1. SEREN TAU
Upacara seren taun di Cigugur Kuningan adalah upacara masyarakat agararis, yang merupakan salah satu media dalam mengungkapkan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkah yang telah diterima seiring dengan harapan agar dimasa yang akan datang hasil panen seluruh anggota masyarakat dapat lebih melimpah lagi, yang diwujudkan dengan penyerahan hasil panen kepada sesepuh adat.
Penyelenggaraan dimulai dengan upacara ngajayak (menyambut) pada tanggal 18 Rayagung, kemudian dilanjutkan pada tanggal 22 Rayagung dengan upacara penumbukan padi sebagai puncak acara, dengan disertai beberapa kesenian tradisional masyarakat agraris sunda tempo dulu, seperti ronggeng gunung, seni klasik tarawangsa, gending karesmen, tari bedaya, upacara adat ngareremokeun dari masyarakat kanekes baduy, goong renteng, tari buyung, angklung buncis dogdog lojor, reog, kacapi suling dan lain-lain yang mempunyai makna dan arti tersendiri, khususnya bagi masyarakat sunda.
  1. SAPTON DAN PANAHAN TRADISIONAL

                                                                                                               

Secara etimologi dan historis, bahwa kegiatan Sapton dan Panahan Tradisional adalah acara rutin setiap hari sabtu setelah kegiatan serba raga (sidang) yang dilaksanakan disekitar istana kerajaan Kajene (Kuningan) dan mempunyai makna yang dalam seperti heroisme,
Ketangkasan berkuda dan panahan dalam bela negara serta kebersamaan antara pemerintah dengan rakyatnya. Dalam upaya  promosi kepariwisataan  daerah dan pelestarian nilai-nilai budaya tradisional daerah serta memeriahkan hari  jadi  Kuningan, setiap tahun pada bulan September diselenggarakan Saptonan dan Panahan Tradisional.






  1. KAWIN CAI
           
Upacara Adat Kawin Cai merupakan tradisi masyarakat Desa Babakanmulya Kecamatan Jalakasana Kabupaten Kuningan untuk memohon air/turun hujan untuk mengairi lahan pertanian,
Dilaksanakan apabila terjadi kemarau panjang atau sangat sulit untuk mendapat air antar bulan September, dengan mengambil lokasi disumber mata air telaga balong Tirta Yarta pada malam Jum`at Kliwon, pada pelaksanaannya selain dihadiri dan diikuti oleh pamong desa. Tokoh masyarakat desa setempat juga oleh masyarakat desa tetangga yang lahan pertaniannya terairi dari sumber mata air telaga/ Balong Dalem Tirta Yarta.
Selesai berdo`a punduh/sesepuh desa mencampurkan air yang diambil dari mata air telaga/ Balong Dalem Tirta Yarta dengan air yang diambil dari mata air Cikembulan (Cibulan), inilah istilah yang dipakai masyarakat sebagai Upacara Adat Kawin Cai yang intinya mengambil barokah air dari dua sumber mata air.
  1. SINTREN
            

Sintren di Kabupaten Kuningan tumbuh di daerah Kuningan sebelah timur berada di Desa Dukuh Badag dan bantar panjang Kecamatan Cibingbin berbatasan dengan Jawa Tengah. Seni ini sudah ada sejak tahun 1930. Seni ini berasal dari Daerah Pesisir antara Cirebon dan Losari Jawa Tengah, dibawa oleh orang-orang Urbanisasi dalam rangka buruh menuai padi pada musim panen di Kecamatan Cibingbin.
Sebagai pelepas lelah dari menuai padi, malam harinya mengadakan pentas Sintren tanpa mendapat upah dan berpindah-pindah tiap malam dari satu halaman ke halaman lain. Untuk kegairahan pentas, para penonton menjadi donatur dengan cara membungkus uang receh dilemparkan ke arena pentas.
Uniknya Sintren selama pentas dalam keadaan tidak sadar. Awalnya Sintren di ikat dan dibungkus tikar, bisa masuk kedalam kurung / ranggap dan bisa berdandan meski dalam keadaan terikat. Selanjutnya ikatan bisa lepas sendiri dan Sintren menari menuruti irama lagu yang dilantunkan. Lagu – lagunya berbahasa Jawa dan Sunda.
Waditra terdiri dari 6 ruas bambu bervariasi tanpa nada. Gendangnya menggunakan Buyung besar dan kecil. Goongnya dari ruas bambu besar ditiup dengan ruas bambu kecil.
Sekarang Sintren bisa berkorelasi dengan seni lain dan bisa untuk pentas kehormatan pada acara penting dan bisa memenuhi panggilan hajat. Seni Sintren dilestarikan oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan pada bulan September 1998 dan didukung oleh Bupati, Bapak Unang Sunarjo, SH. Dan diberi nama “ SENI SINTREN DEWI SUPRABA “ Pimpinan DU. Sahrudin. Diera otonomi Seni Sintren dilestarikan oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Kuningan.
  1. CALUNG
        Seni Calung adalah bentuk kesenian yang tumbuh dan berkembang di masyarakat tatar sunda, Kabupaten Kuningan yang memiliki sumber daya alam dan sumber daya wisata budaya yang melimpah.
Dalam perkembangannya seni Calung terbagi kedalam 2 (dua) jenis diantaranya ;
1.     Seni Calung Tradisional
2.     Seni Calung Modern
Seni Calung Tradisional adalah seni Calung dengan memakai alat atau waditra yang masih sederhana.
Seni Calung Modern adalah seni Calung yang sudah dimodifikasi baik dari waditra yang ada atau adanya penambahan waditra baru (modern) seperti : Gitar, Keyboard dll.
Dimasa sekarang karena tuntutan dan mengikuti arus perubahan global jaman, pentas seni Calung harus dapat menyajikan sebuah seni pertunjukan yang kreatif dan inofatif, sehingga pesan yang akan disampaikan menjadi komunikatif.
Dari kenyataan diatas salah satu upaya penyelamatan dari kepunahan seni Calung, kami dari Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Kuningan berupaya menampilkan seni Calung tersebut untuk event-event nasional maupun internasional dalam rangka mengangkat citra Kabupaten Kuningan sebagai daerah tujuan wisata alam dan budaya untuk menyongsong cita-cita Provinsi Jawa Barat menjadi Provinsi terdepan dan termaju tahun 2010.
                  Waditra yang digunakan terdiri dari ;
Ø  Calung 1
Ø  Calung 2
Ø  Calung 3
Ø  Calung 4
Fungsi dari masing-masing waditra ;
Ø  Calung 1 sebagai melodi yang berperan sebagai dalang
Ø  Calung 2 sebagai melodi 2 untuk mempertegas irama lagu
Ø  Calung 3 sebagai pengiring lagu
Ø  Calung 4 sebagai Goong
Dalam penampilan pentas seni Calung untuk lebih memperkaya dan memperindah suasana penampilan pentas biasanya didukung dengan jenis waditra lain seperti ;
Ø  Kendang
Ø  Terompet
Ø  Saron 1
Ø  Saron 2
Ø  Demung
Ø  Peking
Ø  Bonang
Ø  Goong
Ø  Rincik
Ø  Kenong
Ø  Gitar
Ø  Keyboard
Jalannya pentas seni Calung ;
1.     Tatalu atau Bubuka (Overtone)
2.     Perkenalan secara keseluruhan oleh dalang
3.     Tabuhan Kreasi melalui gerak dan iringan lagu atau instrumetal
4.     Pentas lagu dari pemain atau juru kawih yang diikuti oleh tarian atau ibingan pemain secara bergiliran
5.     Lawakan
6.     Tabuhan kerasi
7.     Dalang memberi ucapan akhir
8.     Tabuhan / Penutup

      7.     BEDAH SITU

Kegiatan rutinitas desa Cilowa  dalam rangka syukuran untuk mensejahterakan rakyat banyak, terutama rakyat desa setempat (masyarakat desa cilowa). Situ ditanami bibit ikan oleh pemerintah desa, selama kurun waktu ± 1 (satu) tahun masyarakat desa cilowa boleh menikmati hasilnya dengan cara “ Bedah Situ”. Pada awal cerita Bapak Kepala Desa memberikan arahan kepada masyarakat, yang inti arahannya yaitu bahwa Situ adalah kekayaan kita, dipelihara oleh kita dan hasilnya bisa dinikmati bersama oleh kita semua.
Semula yang boleh mengikuti rebutan ikan di Situ hanyalah diutamakan masyarakat yang tidak mampu tapi pada kenyataannya semua masyarakat yang hadir boleh turun untuk memungut ikan dengan cara ditangkap oleh tangan. Kegiatan ini hanya dilakukan oleh masyarakat Desa Cilowa Kecamata Kramatmulya Kabupaten Kuningan.

8. PESTA DADUNG

                  Seperti lazimnya kesenian tradisional lainnya kesenian ini tumbuh dan berkembang secara turun temurun sejak abad ke XVIII. Kesenian ini lahir di kalangan Budak Angon (Pengembala) yang intinya mengadakan syukuran setelah panen menjelang musim tanam tiba, sekitar bulan September di desa legok herang subang kuningan.  Dikatakan “Pesta Dadung” karena media yang digunakan dalam upacara yang sakral tersebut menggunakan Dadung (tali pengikat leher Kerbau atau Sapi yang terbuat dari injuk.
                   Tali dadung yang dijadikan pengikat munding atau kerbau di upacarakan diberi jampi jampi  agar mendapat keberkahan terhadap ternak peliharaannya juga terhadap lahan pertaniannya. Setelah  dadung pengikat kerbau diupacarakan dilanjutkan dengan pesta budak angon Dengan menggunakan dadung tambang yang besar yang dipergunakan sebagai symbol kebersamaan .Kemudian tambang dadung itu di ikutsertakan dalam  upacara dan di pegang oleh jajaran aparat desa serta para budak angon dengan cara berputar . setelah itu dilanjutkan dengan  hiburan ibingan  tayuban dan ketuk tilu yang di sertai dengan beberapa penari ronggeng,Peralatan sesajen berupa tangtang angin, kopi pahit, gula, kemeyan, dll alat music yang digunakan berupa gamelan laras pelog yang sekarang diganti dengan laras salendro. Kesenian ini masih berkembang dan dilaksanakan setiap 2 sampai 3 tahun sekali disesuaikan dengan kemampuan suwadaya masyarakat setempat.

  1. REOG
     
Seni Reog adalah bentuk kesenian yang tumbuh dan berkembang dimasyarakat pedesaan Tatar Pasundan, salah satunya di Kabupaten Kuningan dalam kurun waktu duapuluh tahun yang lalu Seni Reog keberadaanya sangat digemari oleh masyarakat ini semua dapat dilihat dalam penampilan pentas acara syukuran hajatan.     Dimasa sekarang karena dengan tuntunan dan perubahan jaman Pentas Seni Reog mulai tergeser oleh jenis Seni lainya seperti Wayang golek, Jaipongan, Musik dangdut  Film dan lain-lain. Dari  kenyataan ini salah satu upaya penyelamatan dari kepunahan  Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Kuningan selalu berupaya menampilkan jenis seni tersebut dalam acara Hari-Hari Besar Nasional atau even-even pentas yang diselenggarakan di Obyek-Obyek Wisata dan even-even pemerintah.
Adapun waditra yang digunakan terdidri dari:
-          Reog I yang disebut Talingting
-          Reog II yang disebut Ketuk
-          Reog III yang disebut Jongjrong / Dungdung
-          Reog IV  yang disebut gebrug / Kendang
 Fungsi dari masing-masing Waditra ;
-      Reog I yang disebut talingting  berfungsi sebagai melodi yang berperan sebagai dalang
-      Reog II yang disebut ketuk dan berfungsi sebagai ketukan melodi untuk mempertegas irama lagu yang biasa dipegang oleh pemain ke 2
-      Reog III yang disebut jongjrong atau dungdung berfungsi sebagai kenong dan kempul dalam iringan lagu yang dipegang oleh pemain ketiga
-      Reog IV yang  disebut gebrug yang berfungsi  sebagai kendang dan goong yang ditabuh oleh pemain keempat
Dalam penampilan Pentas Seni Reog untuk lebih memperkaya dan memperindah suasana  penampilan Pentas biasanya didukung dengan jenis Waditra lainnya seperti Biola atau terompet serta ditambah dengan juru kawih ( Sinden )

 

  Jalannya Pentas Seni Reog

1.     Tatalu / Bubuka
2.     Perkenalan secara keseluruhan oleh dalang
3.     Tabuhan kreasi melalui gerak dan iringan lagu (instrumental )
4.     Pentas Lagu dari pemain atau juru kawih yang diikuti oleh tarian/ ibingan pemain secara bergiliran, adapun lagu yng dibawakan adalah :
a.     Kidung
b.    Bojegan Rereogan
c.     Lagu-lagu yang menunjang kepada pertunjukan
d.    Mitra
5. Lawakan
6. Tabuh  kreasi rereogan sambil keliling tiga putaran
7. Dalang memberi ucapan akhir
8. Tabuh Penutup

  1. SUMUR TUJUH
Salah satu Objek Wisata dari sekian banyak potensi  wisata di kabupaten Kuningan yaitu Obyek wisata  pemandian Cibulan yang berlokasi di Desa Manis  Kecamatan Jalaksana dimana di lokasi teersebut bisa di pergunakan untuk kolam renag anak-anak amupun dewasa. Masih dalam satu lokasi di pinggirnya terdapat sebuah tempat  sebut saja patilasan Prabu Siliwangi yang sekarang banyak di kunjungi oleh masyarakat baik masyarakat  Kunigan maupun  luan kuningan. Dipetilasan inilah salah satu legenda yang merupakan asset wisata Jiarah yaitu sebuah Legenda sumur tujuh.
Konon        sebuah tempat kira-kira tahun 1011 pernah disinggahi dan ditempati oleh salah seorang tokoh dengan sebutan Prabu Siliwangi yang di dampngi oleh salah satu anak pertamanya yaitu Pangeran Cakrabuana yang sekarang di sebut Embah Kkuwu Sangkan.         Di  dalam lokasi petilasan Prabu Siliwangi  tersebut terdapat sumur-sumur kecil dan besar berjumlah 7 sumur.
Sumur-sumur tersebut di buat oleh Embah Kuwu Sangkan atau Pangeran Cakrabuana, putra pertama dari Parbu Siliwangi dengan maksud  membuat lambing kehidupan yang ada dalam diri Manusia (yaitu sumur tujuh ).
 Nama –nama sumur  yang ada di patilasan Prabu Siliwangi diantaranya :
  1. Sumur Kajayaan
  2. Sumur Keselamatan
  3. Sumur Pangabulan
  4. Sumur Kemulyaan
  5. Sumur Cisadane
  6. Sumur Cireuncana
  7. Sumur Kemudahaan
Sedangkan Penngertianya :
1. Sumur Kajayaan yaitu melambangkan bahwa manusia yang hidup di
    dunia ingin selalu sukses dalam berbagai hal.
2. Sumur Keselamatan  yaitu kita sebagai manusia ingin selamat dari             
    kehidupan dunia maupun akhirat
3. Sumur Pengabulan yaitu melambangkan bahwa cita-cita kita semua 
    segala keinginan terkabul.
4. Sumur Kemulyaan yaitu bahwa manusia dalam menghadapi   
    kehidupan duniawi ingin selalu terangkat derajatnya maupun
    martabatnya.
5. Sumur Cisadane   yaitu segala ucapan ingin terlaksana terbukti
6. Sumur Cireuncana yaitu bahwa semua rencana manusia  inginya 
    terwujud dapat dilaksanakan
7. Sumur Kemudahan yaitu semua keinginan  cita-cita dan sebagainya
    supaya di mudahkan.
Kalau menyimpulkan dari pengertian ke tujuh sumur tersebut semuanya menerangkan  bahwa kita hidup di dunia selalu punya keinginan punya rencana yang akan di kembalikan kepada diri kita sendiri. Dengan kata lain berhasil tidaknya suatu tujuan di kembalikan kepada niat dari diri sendiri.
Demikian sekilas tentanng keadaan sumur tujuh yang berlokasi di pemandian Cibulan desa manis Kidul Kecamatan Jalaksana.

 1.   KEMPRONGAN

Adalah seni pertunjukan tari berpasangan (ronggeng). Kesenian ini sudah ada sejak jaman  penjajahan Jepang dalam pertunjukannya dilakukan dari tempat satu ke tempat lain ( ngamen). Pementasan ini biasa dilakukan di pekarangan dan di kalangan masyarakat biasa . Pertunjukan kemprongan dipungsikan sebagai lepas lelah para petani juga  sebagai lahan mencari nafkah tambahan, bisa  juga kesenian ini sebagai ajang mencari jodoh. Kesenian ini dilakukan biasanya pada malam hari karna dalam pertunjukannya memakai oncor sebagai property utamanya seringnya dulu dilakukan di pekarangan kebon awi Para pelaku kemprongan terdiri dari 1 orang punduh ( pimpinan rombongan) dan 6 atau lebih penari ronggeng ( perempuan ). Alat yang dipakai sebagai pendukung iringan 1 perangkat gamelan salendro. Lagu lagu yang dibawakan seperti : Kajongan, sembarangan,

 2.   TARI BUYUNG

Tari Buyung adalah tarian tradisional masyarakat Cigugur Kuningan Jawa Barat. Tarian ini merupakan tarian adat yang bernilai simbolik tentang rasa syukur manusia atas rahmat Tuhan berupa alam 
semesta yang indah dan bermanfaat bagi hidup manusia, salah satunya adalah air. Dalam tarian itu, manusia diajak untuk lebih dekat dengan alam dan mencintainya sebagai sahabat yang harus terus berjalan bersama. Tarian ini ditampilkan saat upacara Seren Taun yakni upacara syukur atas Kemurahan Tuhan di masyarakat Cigugur.


3.       TARI TAYUBAN
Adalah tarian yang diaktualisasikan dari kearifan local, merupakan budaya agraris yang didalamnya tidak dapat dipisahkan dari unsur seni jaipongan sebagai wujud rasa syukur para petani terhadap sang pencipta atas hasil panennya yang melimpah ruah dan sekaligus bentuk syukuran menyambut musim tanam tiba.
     
4. BEDAH SITU
Kegiatan rutinitas desa Cilowa  dalam rangka syukuran untuk mensejahterakan rakyat banyak, terutama rakyat desa setempat. Situ ditanami bibit ikan oleh pemerintah desa, selama kurun waktu ± 1 (satu) tahun masyarakat desa cilowa boleh menikmati hasilnya dengan cara “ Bedah Situ”. Pada awal cerita Bapak Kepala Desa memberikan arahan kepada masyarakat, yang inti arahannya yaitu bahwa Situ adalah kekayaan kita, dipelihara oleh kita dan hasilnya bisa dinikmati bersama oleh kita semua.
Semula yang boleh mengikuti rebutan ikan di Situ hanyalah diutamakan masyarakat yang tidak mampu tapi pada kenyataannya semua masyarakat yang hadir boleh turun untuk memungut ikan dengan cara ditangkap oleh tangan. Kegiatan ini hanya dilakukan oleh masyarakat Desa Cilowa Kecamata Kramatmulya Kabupaten Kuningan.